Sunday, October 30, 2011

Beberapa Adab Berdoa



Nara Sumber: Abdurrahman Haqqi
Ditulis oleh: Mohammad Nabil Almunawar


Pembaca Zanjabil rahimakumullah,mari kita lanjutkan membahas tafsir surat al-A’raaf.   Mari kita simak tafsir ayat 54 sampai ayat 56



Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.[al-A'raf (7):54]



Mulai dari ayat 54 topik pembicaraan bergeser dari masalah penghuni sorga, neraka dan ashabul A'raaf ke masalah Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara mahlukNya.



Ayat 54 memberikan informasi bahwa Allah menciptakan seluruh alam semesta ini, yakni langit dan bumi dalam 6 masa. Ulama berselisih mengenai pengertian “ayyam” atau hari (dalam bentuk jamak) dalam ayat ini, apakah “hari” yang dimaksud sama dengan hari yang kita alami di bumi atau tidak sama. Kata “ayyam” pada ayat ini tidak menggunakan “al”, sehingga dapat ditafsirkan secara luas. Menafsirkan kata “ayyam” sebagai masa, periode atau tahapan akan lebih mudah dipahami sehingga tidak terperangkap kepada reduksi makna yang sempit.



Dalam surat al-Fushilat:10-12, 6 masa itu dibagi menjadi 2 bagian yaitu 2 masa digunakan untuk menciptakan 7 langit dan 4 masa digunakan untuk penciptaan kehidupan di bumi. Allah menciptakan langit dan bumi tersebut dari tiada dan dalam menciptakan tersebut Dia bertindak sendiri (tiada sekutu) dengan PengetahuanNya yang tiada batas.



Kemampuan mencipta (dari tiada menjadi ada) hanya milik Allah semata, tiada satu mahlukpun yang dapat meniruNya. Yang dapat dilakukan mahluk hanyalah “meramu” dari zat-zat atau bahan-bahan yang telah diciptakan Allah. Jadi, pada dasarnya mahluk tidak memilki kapasitas untuk menciptakan.


Setelah langit dan bumi tercipta, Allah mengontrol dan memelihara ciptaanNya, yakni “Dia bersemayam di atas Arsy.” Para ulama juga memiliki berbagai pendapat mengenai tafsir “Dia bersemayam di atas Arsy.” Kita tidak dapat membayangkan “Arsy” dengan sesuatu (yang material). Makna sesungguhnya kita tidak tahu, karena keterbatasan pengetahuan kita. Yang jelas setelah mencipta, Allah mengatur, memelihara dan memantau ciptaanNya dan proses mengatur, memelihara dan memantau itu dikaitkan dengan “Arsy” yang sangat agung.



Malam dan siang silih berganti, kejar mengejar mengikuti perintah Allah. Jika malam datang, maka siang pergi. Sebaliknya jika siang datang, maka malam pergi. Malam dan siang adalah sunnatullah yang terkait dengan peredaran bumi dan matahari dan perputaran bumi pada sumbunya.



Kemudian Allah menyebut secara eksplisit matahari, bulan dan bintang-bintang. Matahari, bumi dan bulan berada dalam satu sistem tata-surya. Pada malam hari kita menyaksikan bintang-bintang. Semua benda langit, tunduk kepada Allah dan mengikuti sunatullah yang telah digariskan untuk mereka. Matahari, bulan, bintang dan juga bumi adalah ayat-ayat Allah yang terhampar di alam raya ini. Semua benda-benda ini, yang begitu teratur peredarannya (baca Surat Yasin:37-40), terstruktur rapi dan seimbang. Tentu saja benda-benda langit ini tidak akan muncul tiba-tiba tanpa ada yang menciptakannya dan kemudian mengatur diri mereka sendiri. Bagi manusia yang berakal, benda-benda langit ini adalah tanda-tanda keberadaan dan kebesaran Allah yang Maha Esa, Yang Maha Pencipta, Yang Maha Mengatur dan Yang Maha Pemelihara.



Selanjutnya Allah mengingatkan kita bahwa menciptakan dan memerintah adalah hak Allah. Ini berarti bahwa tidak ada mahluk yang dapat mencipta dan mahluk tidak dapat mengatur kecuali dengan izinNya. Jika mahluk (dalam hal ini manusia) mengatur tanpa menggubris aturan atau hukum-hukumNya maka mahluk tersebut cepat atau lambat akan celaka. Yang dapat dilakukan manusia adalah mengikuti dan melaksanakan aturan-aturanNya. Manusia dibolehkan mengatur (amanah sebagai khalifah) dalam rangka mengikuti aturan Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.



Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. [al-A'raf (7):55-56]



Setelah Allah menyatakan bahwa Dialah Pencipta alam semesta ini, Dia lalu membimbing manusia cara berdo'a kepadaNya. Ayat 55 dan 56 menyebutkan tiga sikap yang harus dimiliki oleh orang yang berdoa. Pertama, merendahkan diri atau menghinakan diri di hadapan Allah. Allah Maha Besar, Maha Suci dan Maha Mulia. Sebagai mahluk, kita tidak berarti di hadapan Allah dan diri kita ini sangat hina. Kita bersujud, menyentuhkan jidat di lantai atau tanah sebagai simbol ketundukan dan kehinaan di hadapan Allah. Tetapi ingatlah bahwa Allah akan memuliakan hambaNya yang menghinakan diri di hadapanNya.



Kedua, dengan suara lembut. Allah Maha Mendengar dan Maha Halus. Berdoa kepadaNya tidak perlu dengan suara keras. Berdoalah dengan suara lembut yang penuh harap.



Ketiga, berdoa dengan menghadirkan rasa takut dan penuh harap. Rasa takut, yakni takut akan murkaNya atas perbuatan yang melanggar perintahNya atau perbuatan kita yang tidak ikhlas, khawatir dengan perbuatan itu Dia tidak menggubris doa kita. Namun, pada saat yang sama kita berharap penuh agar Allah memaafkan kesalahan kita dan “melupakan” perbuatan yang tidak berkenan bagiNya sehingga Dia mengabulkan doa kita.



Dalam ayat 55-56 Allah mengingatkan kita bahwa Dia tidak suka kepada orang-orang yang melampaui batas. Termasuk melampaui batas dalam berdoa, misalnya berdoa untuk mencelakai orang, berdoa dengan memaksa atau “mengancam”.



Salah satu perbuatan yang melampaui batas yang disebut adalah berbuat kerusakan di muka bumi, yakni segala perbuatan yang menimbulkan ketidakseimbangan, baik ketidakseimbangan lingkungan (merusak lingkungan), ketidakseimbangan sosial (merusak tatatan sosial, melakukan fitnah, perbuatan teror), ketidakseimbangan ekonomi (korupsi, serakah, menindas) dsb.



Allah telah membuat bumi ini tempat yang paling ideal buat manusia, Dia telah menciptakan keseimbangan di alam, termasuk di bumi. Bumi ini telah melalui suatu proses yang panjang sehingga layak dihuni manusia. Jangan sampai manusia merusak keseimbangan yang telah terbina dengan baik. Jika manusia berbuat kerusakan di bumi, maka Allah akan murka. Berbuat kerusakan dapat mengganggu keseimbangan yang dapat mengancam kehidupan di bumi. Proses menuju keseimbangan yang baru seringkali mengakibatkan bencana yang dapat menghancurkan tantanan hidup yang telah ada. Karena kita selalu memerlukan Allah, maka jauhilah perbuatan-perbuatan yang dapat menimbulkan murkaNya.



Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik dan mencucuri mereka dengan rahmatNya, yang juga dapat berarti doa-doa orang yang berbuat baik akan dikabulkan, yakni dicucuri rahmat. Sesungguhnya rahmat Allah itu sangat dekat. Dia akan mencucukan rahmatNya kepada orang yang disukaiNya. Siapa yang disukai Allah? Yaitu, mereka yang mendekatkan diri kepadaNya, beriman dan beramal sholeh.



Wallahu ‘alam bish shawab.

(Bersambung)

No comments:

Post a Comment