Friday, August 12, 2011

Tugas Para Rasul





Nara Sumber: Abdurrahman haqqi
Ditulis oleh: Mohammad Nabil Almunawar

Pembaca yang berbahagia, mari kita lanjutkan pembahasan tafsir Surat Al-'Araaf ayat 35 sampai ayat 39. 

Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul daripada kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” [Al-A’raf (7): 35]

Jika pada ayat 26 dan 27 sebelumnya diserukan kepada anak-anak Adam bahwa Allah telah menurunkan pakaian primer dan sekunder dan juga bahwa mereka diberintahkan agar berhati-hati terhadap tipu daya setan,  maka dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa sesungguhnya para rasulullah adalah pembekal pakaian terbaik itu dan juga sebagai penerang jalan kehidupan mereka di muka bumi setelah nenek moyang mereka, yakni Adam dan Hawa, dikeluarkan dari surga. Mereka membawa risalah Allah dengan menjelaskan tanda-tanda kebesaran-Nya yang dalam ayat ini digunakan lafaz ‘ayati’ (ayat-ayat-Ku) sedangkan pada ayat berikutnya digunakan lafaz ‘ayatina’ (ayat-ayat Kami).

Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” [Al-A’raf (7): 36]

Perbedaan penggunaan lafaz ‘ayati’ dan ‘ayatina’ sangat menarik untuk diperhatikan. Ketika menegaskan sifat uluhiyah yakni ketauhidan Allah SWT maka digunakanlah lafaz keakuan, ‘ayati’, karena hanya Dia satu-satunya tujuan penyembahan. Namun, ketika menegaskan sifat rububiyah atau ketuhanan dan ketuanan maka digunakanlah lafaz kekuasaan ‘ayatina’ karena banyaknya perkara yang berkaitan dengan kekuasaan ini.

Ketika berkaitan dengan penerimaan ‘ayati’ yang hanya ditujukan kepada ketakwaan dan keimanan maka hati yang menerimanya akan aman dan tenteram serta tidak akan merasakan kesedihan sedikitpun. Ini sama dengan apa yang ditegaskan dalam ayat 38 surat al-Baqarah: “Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". Di sini juga digunakan lafaz ‘hudaya’ (Petunjuk-Ku).

Namun, ketika berkaitan dengan penolakan ‘ayatina’ yang diisyaratkan kepada kekuasaan maka hukumannya adalah neraka jahanam dan kekal di dalamnya. Contoh lain penggunaan 'ayatina' adalah ayat 39 surat al-Baqarah: “Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Hal ini berimplikasi bahwa menolak kekuasaan Allah adalah pendustaan dan kesombongan; tidak mau melaksanakan perintah Allah adalah pendustaan dan kesombongan; tidak mau meninggalkan larangan Allah adalah pendustaan dan kesombongan; dan tidak mau menerima hukum-hukum Allah adalah pendustaan dan kesombongan. Semuanya ini mengakibatkan pelakunya akan dihukum di dalam penjara kubangan api, neraka Jahanam. Wal’iyazubillah!

Maka siapakah yang lebih lalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauhmahfuz); hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya: "Di mana (berhala-berhala) yang biasa kamu sembah selain Allah?" Orang-orang musyrik itu menjawab: "Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami," dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” [Al-A’raf (7): 37]

Ibnu Abbas memahami “memperoleh bahagian yang telah ditentukan” dengan tanda hitam di muka para pembuat dusta. Dalam riwayat lain, yang juga pendapat ahli tafsir yang lain, kata-kata ini berarti keburukan dan kebaikan perkataan atau perbuatan tersebut.

Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah 'Azza wajalla berfirman, "Anak Adam mendustakan Aku padahal tidak seharusnya dia berbuat demikian. Dia mencaci Aku padahal tidak seharusnya demikian. Adapun mendustakan Aku adalah dengan ucapannya bahwa 'Allah tidak akan menghidupkan aku kembali sebagaimana menciptakan aku pada permulaan'. Ketahuilah bahwa tiada ciptaan (makhluk) pertama lebih mudah bagiku daripada mengulangi ciptaan. Adapun caci-makinya terhadap Aku ialah dengan berkata, 'Allah mempunyai anak'. Padahal Aku Maha Esa yang bergantung kepada-Ku segala sesuatu. Aku tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun setara dengan Aku." (HR al-Bukhari)

Para pendusta yang menyembah selain Allah akan mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Jika benar yang mereka sembah akan memberikan manfaat sudah tentu mereka akan ditolong oleh sesembahan atau berhala itu. Malangnya berhala tersebut tidak dapat menolong. Begitu juga dengan berhala-berhala para taghut yang menguasai manusia secara batil; yang memaksakan kebatilan mereka; yang menanamkan kebohongan dalam masyarat bak kebohongan nenek moyang mereka yang menjadikan berhala sebagai tuhan. Mereka ini kelak di akhirat tidak berkutik dan sudah pasti tidak akan dapat memberikan pertolongan sama sekali kepada pengikut-pengikut mereka. Bagaimana mungkin para taghut itu dapat memberikan pertolongan jika menolong diri sendiri saja tidak sanggup! Bagi mereka pada hari kiamat akan berlaku kejadian berikut:

Allah berfirman: "Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: "Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka". Allah berfirman: "Masing-masing mendapat (siksaan), yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui".” [Al-A’raf (7): 38]

Dan berkata orang-orang yang masuk terdahulu di antara mereka kepada orang-orang yang masuk kemudian: "Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami, maka rasakanlah siksaan karena perbuatan yang telah kamu lakukan". [Al-A’raf (7): 39]

Mereka akan saling menghujat dan saling menyalahkan, tetapi hujatan dan penyalahan di hadapan  mahkamah Allah tidak berguna. Perbuatan mereka telah menjerumuskan mereka ke dalam neraka karena mereka tidak mengindahkan seruan para rasul yang diutus Allah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.

Bagaimana pun, selagi manusia masih hidup selama itu pula pintu taubat masih terbuka dan Allah kekal sebagai At-Tawwab dan Ar-Rahim sebagaimana dalam sebuah hadis Qudsi Allah berfirman: Hai anak Adam, Aku menyuruhmu tetapi kamu berpaling, dan Aku melarangmu tetapi kamu tidak mengindahkan, dan Aku menutup-nutupi (kesalahan-kesalahan)mu tetapi kamu tambah berani, dan Aku membiarkanmu dan kamu tidak mempedulikan Aku. Wahai orang yang esok hari bila diseru oleh manusia akan menyambutnya, dan bila diseru oleh Yang Maha Besar (Allah) dia berpaling dan mengesampingkan, ketahuilah, apabila kamu minta Aku memberimu, jika kamu berdoa kepada-Ku Aku kabulkan, dan apabila kamu sakit Aku sembuhkan, dan jika kamu berserah diri Aku memberimu rezeki, dan jika kamu mendatangiKu Aku menerimamu, dan bila kamu bertaubat Aku ampuni (dosa-dosa)mu, dan Aku Maha Penerima Taubat dan Maha Pengasih." (HR. Tirmidzi dan Al Hakim)

Demikianlah tugas para rasul seperti disebut dalam ayat 36 di atas, yaitu menyampaikan berita kewujudan Allah SWT agar manusia mengimaninya. Jika mereka menerimanya, kesalamatanlah yang mereka peroleh di dunia dan akhirat. Tetapi sebaliknya, jika mereka mengingkarinya maka celakalah mereka di dunia dan di akhirat.

Wallahu ‘alam bish shawab.
(BERSAMBUNG)

No comments:

Post a Comment