Monday, August 1, 2011

Berpakaianlah yang Indah untuk Beribadat

Nara Sumber: Abdurrahman Haqqi
Ditulis oleh: Mohammad Nabil Almunawar

Pembaca Zanjabil rahimakumullah. Mari kita lanjutkan mempelajari tafsir surat al-'Araaf ayat  31 sampai ayat 34.



Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. [QS 7:31]

Sebelumnya telah membahas tentang pakaian, baik pakaian jasmani maupun pakaian rohani. Ayat 31 kembali menyentuh masalah pakaian, dalam hal ini pakaian jasmani. Ayat sebelumnya mengungkapkan dua fungsi pakaian, yaitu sebagai penutup aurat dan sebagai perhiasan (untuk keindahan). Pada ayat 31 Allah menganjurkan kita untuk memakai pakaian yang indah (tentu saja secara implisit menutup aurat) jika memasuki masjid.

Kata “masjid” di sini dapat berarti bangunan masjid atau tempat bersujud atau secara umum berarti tempat beribadat. Setiap mukmin pada saat menjalankan ibadah, khususnya sholat, perlu memperhatikan dua hal penting, yaitu kebersihan atau kesucian dan keindahan (pakaian yang suci dan indah). Kumuh atau jorok bukanlah atribut orang beriman. Berdasarkan ayat sebelumnya tentang pakaian terbaik, maka orang beriman seharusnya bersih dan indah secara lahir dan batin, khususnya dalam menghadap Allah SWT.

Selanjutnya ayat 31 mengaitkan pakaian dan makanan/minuman. Kita dianjurkan menikmati makanan dan minuman, yang halal tentunya. Namun, kita dilarang berlebihan, karena berlebihan atau melampaui batas tidak disukai Allah. Segala yang tidak disukai Allah berarti tidak baik untuk kita. Berlebihan di sini dapat berarti membahayakan kesehatan; dapat juga berarti mubazir; dapat juga berarti makanan atau minuman tersebut tidak halal. Secara umum berlebihan atau melampaui batas tidak disukai Allah dalam segala hal karena berlebihan selalu berakibat negatif.

Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkanNya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. [QS 7:32]

Allah SWT memberikan karunia yang besar buat manusia, khususnya buat orang-orang yang beriman. Jadi pakaian, makanan dan minuman atau seluruh sarana hidup di dunia ini disediakan untuk manusia, termasuk orang beriman. Silahkan menikmati karunia Allah itu dengan jalan halal asalkan tidak berlebihan. Di akhirat nanti karunia Allah jauh lebih besar dan karunia itu eksklusif untuk orang-orang yang beriman yang berpakaian takwa (lihat Zanjabil 327 untuk penjelasan pakaian takwa). Sikap yang harus dimiliki oleh orang yang beriman adalah bersyukur dengan segala karunia Allah yang tak terbatas itu, termasuk karunia pakaian, makanan dan minuman.

Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".[QS 7:33]

Ayat ini terkait dengan tingkah laku kafir Mekkah yang senang berbuat keji. Mereka membuat-buat aturan sendiri tanpa pengetahuan, termasuk tawaf tanpa busana, mengharamkan makanan yang halal dsb. Namun, secara umum dengan ayat ini Allah melarang semua perbuatan keji, baik dilakukan secara terang-terangan atau tersembunyi. Ayat ini menyebut lima macam larangan. Larangan kedua (yang pertama perbuatan keji) adalah perbuatan maksiat atau dosa. Larangan ketiga adalah melanggar hak orang lain. Larangan ke empat adalah larangan mempersekutukan Allah. Dan terakhir larangan kelima adalah larangan mengadakan-adakan tentang Allah tanpa pengetahuan.

Ke lima larangan itu adalah perbuatan-perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan orang kafir Mekkah. Menarik untuk diperhatikan, bahwa larangan yang berkaitan langsung dengan Allah (mempersekutukan Allah dan mengada-ada tentang Allah) diletakan di bagian akhir. Ini merupakan suatu metode dakwah yakni dimulai dari yang umum yang relatif ringan dan mudah difahami, baru kemudian ke yang berat yang memerlukan pemahaman yang dalam dan benar.

Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.[QS 7:34]

Ummat, baik dalam arti generasi maupun sekelompok masyarakat yang diikat dengan nilai-nilai memiliki batas waktu. Pada prinsipnya segala sesuatu yang ada di dunia ini ada batas waktunya. Jika batas waktu itu datang, maka batas itu tidak dapat dimundurkan atau dimajukan. Itulah ketetapan Allah yang tidak berubah. Batas waktu itu ditentukan oleh berbagai macam faktor yang menentukan keberlangungan suatu ummat.

Ummat-ummat terdahulu batas waktunya habis, mereka dibinasakan Allah. Mereka binasa karena melanggar hukum-hukum Allah, berbuat kezaliman dan kerusakan. Sejarah menjadi saksi betapa banyak bangsa-bangsa yang besar punah karena menentang hukum Allah.

Berbuat kerusakan dan kezaliman dalam jangka pendek dapat menguntungkan sebagian kelompok dari ummat itu. Tetapi dalam jangka panjang akan merugikan ummatnya secara keseluruhan dan ummat tersebut tanpa disadari sedang menuju ke ajalnya. Generasi bangsa Yahudi yang bersama Nabi Musa berhijrah ke tanah yang dijanjikan terlunta-lunta selama 40 tahun di suatu padang karena tidak mau mengikuti perintah Allah yang disampaikan oleh Nabi Musa. Generasi buruk tersebut digantikan dengan generasi berikutnya yang lebih baik.

Hukum Allah ini tetap berlaku, dulu, kini maupun yang akan datang. Mereka yang melanggar ketentuan Allah secara berjamaah (ummat) akan merasakan akibat buruknya, cepat atau lambat akan menemui ajalnya.

Wallahu ‘alam bish shawab.

(bersambung)

No comments:

Post a Comment